Minggu, 18 April 2010
Jumat, 16 April 2010
Askep Pada Pasien Stroke
STROKE
Definisi
Secara umum gangguan pembuluh darah otak atau stroke merupakan gangguan sirkulasi serebral. Merupakan suatu gangguan neurologik fokal yang dapat timbul sekunder dari suatu proses patologis pada pembuluh darah serebral, misalnya trombosis, embolus, ruptura dinding pembuluh atau penyakit vascular dasar, misalnya aterosklerosis, arteritis, trauma, aneurisme dan kelainan perkembangan.
Stroke dapat juga diartikan sebagai gangguan fungsional otak yang bersifat:
- fokal dan atau global
- akut
- berlangsung antara 24 jam atau lebih
- disebabkan gangguan aliran darah otak
- tidak disebabkan karena tumor/infeksi
Stroke dapat digolongkan sesuai dengan etiologi atau dasar perjalanan penyakit. Sesuai dengan perjalanan penyakit ,stroke dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Serangan iskemik sepintas: merupakan gangguan neurologis fokal yang timbul mendadak dan menghilang dalam beberapa menit sampai beberapa jam.
2. Progresif/inevolution (stroke yang sedang berkembang) : perjalanan stroke berlangsung perlahan meskipun akut. Stoke dimana deficit neurologisnya terus bertambah berat.
3. Stroke lengkap/completed : gangguan neurologis maksimal sejak awal serangan dengan sedikit perbaikan. Stroke dimana deficit neurologisnya pada saat onset lebih berat, bias kemudian membaik/menetap
Klasifikasi berdasarkan patologi:
1. Stroke hemoragi: stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak pecah sehingga timbul iskemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi antara lain: hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri venosa,
2. stroke non hemoragi: stroke yang disebabkan embolus dan thrombus.
Etiologi
Penyebab utama dari stroke diurutkan dari yang paling penting adalah aterosklerosis (trombosis), embolisme, hipertensi yang menimbulkan perdarahan intraserebral dan ruptur aneurisme sakular. Stroke biasanya disertai satu atau beberapa penyakit lain seperti hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak dalam darah, diabetes mellitus atau penyakit vascular perifer.
Tanda dan Gejala
Stroke menyebabkan defisit nuurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adequate dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya.
1. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
2. Lumpuh pada salah satu sisi wajah “Bell’s Palsy”
3. Tonus otot lemah atau kaku
4. Menurun atau hilangnya rasa
5. Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”
6. Gangguan bahasa (Disatria: kesulitan dalam membentuk kata; afhasia atau disfasia: bicara defeksif/kehilangan bicara)
7. Gangguan persepsi
8. Gangguan status mental
Faktor resiko
Yang tidak dapat dikendalikan: Umur, factor familial dan ras
Yang dapat dikendalikan: hipertensi, penyakit kardiovaskuler (penyakit arteri koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri, fibrilasi atrium, penyakit jantung kongestif), kolesterol tinggi, obesitas, kadar hematokrit tinggi, diabetes, kontrasepsi oral, merokok, penyalahgunaan obat, konsumsi alcohol.
Patofisiologi
1. Trombosis (penyakit trombo - oklusif) merupakan penyebab stroke yang paling sering. Arteriosclerosis selebral dan perlambatan sirkulasi selebral adalah penyebab utama trombosis selebral, yang adalah penyebab umum dari stroke. Tanda-tanda trombosis selebral bervariasi. Sakit kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan kognitif atau kejang dan beberapa awitan umum lainnya. Secara umum trombosis selebral tidak terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan paralysis berat pada beberapa jam atau hari.
Trombosis terjadi biasanya ada kaitannya dengan kerusakan local dinding pembuluh darah akibat aterosklerosis. Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan intima arteria besar. Bagian intima arteria sereberi menjadi tipis dan berserabut , sedangkan sel – sel ototnya menghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut. Plak cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat – tempat yang melengkung. Pembuluh–pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam urutan yang makin jarang adalah sebagai berikut : arteria karotis interna, vertebralis bagian atas dan basilaris bawah. Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada permukaan yang terbuka sehingga permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar. Trombosit akan melepasakan enzim, adenosin difosfat yang mengawali mekanisme koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli, atau dapat tetap tinggal di tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna.
2. Embolisme : embolisme sereberi termasuk urutan kedua dari berbagai penyebab utama stroke. Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan penderita trombosis. Kebanyakan emboli sereberi berasal dari suatu trombus dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi sebenarnya adalah perwujudan dari penyakit jantung. Meskipun lebih jarang terjadi, embolus juga mungkin berasal dari plak ateromatosa sinus karotikus atau arteria karotis interna. Setiap bagian otak dapat mengalami embolisme, tetapi embolus biasanya embolus akan menyumbat bagian – bagian yang sempit.. tempat yang paling sering terserang embolus sereberi adalah arteria sereberi media, terutama bagian atas.
3. Perdarahan serebri : perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab utama kasus gangguan pembuluh darah otak) dan merupakan sepersepuluh dari semua kasus penyakit ini. Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh ruptura arteri serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan /atau subaraknoid, sehingga jaringan yang terletakdi dekatnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteria di sekitar perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisper otak dan sirkulus wilisi. Bekuan darah yang semula lunak menyerupai selai merah akhirnya akan larut dan mengecil. Dipandang dari sudut histologis otak yang terletak di sekitar tempat bekuan dapat membengkak dan mengalami nekrosis. Karena kerja enzim – enzim akan terjadi proses pencairan, sehingga terbentuk suatu rongga. Sesudah beberapa bulan semua jaringan nekrotik akan terganti oleh astrosit dan kapiler – kapiler baru sehingga terbentuk jalinan di sekitar rongga tadi. Akhirnya rongga terisi oleh serabut – serabut astroglia yang mengalami proliferasi. Perdarahan subaraknoid sering dikaitkan dengan pecahnya suatu aneurisme. Kebanyakan aneurisme mengenai sirkulus wilisi. Hipertensi atau gangguan perdarahan mempermudah kemungkinan ruptur. Sering terdapat lebih dari satu aneurisme.
Diagnosis
Pada diagnosis penyakit serebrovaskular, maka tindakan arteriografi adalah esensial untuk memperlihatkan penyebab dan letak gangguan. CT Scan dan MRI merupakan sarana diagnostik yang berharga untuk menunjukan adanya hematoma, infark atau perdarahan. EEG dapat membantu dalam menentukan lokasi.
Penatalaksanaan
Secepatnya pada terapeutik window (waktu dari serangan hingga mendapatkan pengobatan maksimal)
Therapeutik window ini ada 3 konsensus:
1. Konsensus amerika : 6 jam
2. Konsensus eropa: 1,5 jam
3. Konsensus asia: 12 jam
Prinsip pengobatan pada therapeutic window:
1. Jaringan penubra ada aliran lagi sehingga jaringan penubra tidak menjadi iskemik.
2. Meminimalisir jaringan iskemik yang terjadi.
Terapi umum
Untuk merawat keadaan akut perlu diperhatikan faktor – faktor kritis sebagai berikut :
1. Menstabilkan tanda – tanda vital
a. memepertahankan saluran nafas (sering melakukan penghisapan yang dalam , O2, trakeotomi, pasang alat bantu pernafasan bila batang otak terkena)
b. kendalikan tekanan darah sesuai dengan keadaan masing – masing individu ; termasuk usaha untuk memperbaiki hipotensi maupun hipertensi.
2. Deteksi dan memperbaiki aritmia jantung
3. Merawat kandung kemih. Sedapat mungkin jangan memasang kateter tinggal; cara ini telah diganti dengan kateterisasi “keluar – masuk” setiap 4 sampai 6 jam.
4. Menempatkan posisi penderita dengan baik secepat mungkin :
a. penderita harus dibalik setiap jam dan latihangerakan pasif setiap 2 jam
b. dalam beberapa hari dianjurkan untuk dilakukan gerakan pasif penuh sebanyak 50 kali per hari; tindakan ini perlu untuk mencegah tekanan pada daerah tertentu dan untuk mencegah kontraktur (terutama pada bahu, siku dan mata kaki)
Terapi khusus
Ditujukan untuk stroke pada therapeutic window dengan obat anti agregasi dan neuroprotektan. Obat anti agregasi: golongan pentoxifilin, tielopidin, low heparin, tPA.
1. Pentoxifilin
Mempunyai 3 cara kerja:
Sebagai anti agregasi → menghancurkan thrombus
Meningkatkan deformalitas eritrosit
Memperbaiki sirkulasi intraselebral
2. Neuroprotektan
- Piracetam: menstabilkan membrane sel neuron, ex: neotropil
Cara kerja dengan menaikkan cAMP ATP dan meningkatkan sintesis glikogen
- Nimodipin: gol. Ca blocker yang merintangi masuknya Ca2+ ke dalam sel, ex.nimotup
Cara kerja dengan merintangi masuknya Ca2+ ke dalam sel dan memperbaiki perfusi jaringan otak
- Citicholin: mencegah kerusakan sel otak, ex. Nicholin
Cara kerja dengan menurunkan free faty acid, menurunkan generasi radikal bebas dan biosintesa lesitin
- Ekstrax gingkobiloba, ex ginkan
Pengobatan konservatif
Pada percobaan vasodilator mampu meningkatkan aliran darah otak (ADO), tetapi belum terbukti demikian pada tubuh manusia. Dilator yang efektif untuk pembuluh di tempat lain ternyata sedikit sekali efeknya bahkan tidak ada efek sama sekali pada pembuluh darah serebral, terutama bila diberikan secara oral (asam nikotinat, tolazolin, papaverin dan sebagainya), berdasarkan uji klinis ternyata pengobatan berikut ini masih berguna : histamin, aminofilin, asetazolamid, papaverin intraarteri.
Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran darah otak. Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita beberapa penyulit seperti hipertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskular yang luas. Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum sehingga saluran pernafasan dan kontrol ventilasi yang baik dapat dipertahankan.
Asuhan Keperawatan
Pengkajian:
1. Perubahan pada tingkat kesadaran atau responivitas yang dibuktikan dengan gerakan, menolak terhadap perubahan posisi dan respon terhadap stimulasi, berorientasi terhadap waktu, tempat dan orang
2. Ada atau tidaknya gerakan volunteer atau involunter ekstremitas, tonus otot, postur tubuh, dan posisi kepala.
3. kekakuan atau flaksiditas leher.
4. Pembukaan mata, ukuran pupil komparatif, dan reaksi pupil terhadap cahaya dan posisi okular.
5. Warna wajah dan ekstremitas, suhu dan kelembaban kulit.
6. Kualitas dan frekuensi nadi, pernapasan, gas darah arteri sesuai indikasi, suhu tubuh dan tekanan arteri.
7. kemampuan untuk bicara
8. Volume cairan yang diminum dan volume urin yang dikeluarkan setiap 24 jam.
Diagnosa yang mungkin muncul:
1. Kerusakan mobilitas fisik b.d hemiparese, kehilangan koordinasi dan keseimbangan, spastisitas, dan cedera otak
2. nyeri b.d hemiparese dan disuse
3. Kurang perawatan diri b.d gejala sisa stroke
4. Kerusakan komunikasi verbal b.d kerusakan otak
5. Perubahan proses berpikir b.d kerusakan otak, konfusi, ketidakmampuan mengikuti instruksi
6. Perubahan proses keluarga b.d penyakit berat dan beban pemberian perawatan
oleh : erwind_kikuk
cah noto "07
Definisi
Secara umum gangguan pembuluh darah otak atau stroke merupakan gangguan sirkulasi serebral. Merupakan suatu gangguan neurologik fokal yang dapat timbul sekunder dari suatu proses patologis pada pembuluh darah serebral, misalnya trombosis, embolus, ruptura dinding pembuluh atau penyakit vascular dasar, misalnya aterosklerosis, arteritis, trauma, aneurisme dan kelainan perkembangan.
Stroke dapat juga diartikan sebagai gangguan fungsional otak yang bersifat:
- fokal dan atau global
- akut
- berlangsung antara 24 jam atau lebih
- disebabkan gangguan aliran darah otak
- tidak disebabkan karena tumor/infeksi
Stroke dapat digolongkan sesuai dengan etiologi atau dasar perjalanan penyakit. Sesuai dengan perjalanan penyakit ,stroke dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Serangan iskemik sepintas: merupakan gangguan neurologis fokal yang timbul mendadak dan menghilang dalam beberapa menit sampai beberapa jam.
2. Progresif/inevolution (stroke yang sedang berkembang) : perjalanan stroke berlangsung perlahan meskipun akut. Stoke dimana deficit neurologisnya terus bertambah berat.
3. Stroke lengkap/completed : gangguan neurologis maksimal sejak awal serangan dengan sedikit perbaikan. Stroke dimana deficit neurologisnya pada saat onset lebih berat, bias kemudian membaik/menetap
Klasifikasi berdasarkan patologi:
1. Stroke hemoragi: stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak pecah sehingga timbul iskemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi antara lain: hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri venosa,
2. stroke non hemoragi: stroke yang disebabkan embolus dan thrombus.
Etiologi
Penyebab utama dari stroke diurutkan dari yang paling penting adalah aterosklerosis (trombosis), embolisme, hipertensi yang menimbulkan perdarahan intraserebral dan ruptur aneurisme sakular. Stroke biasanya disertai satu atau beberapa penyakit lain seperti hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak dalam darah, diabetes mellitus atau penyakit vascular perifer.
Tanda dan Gejala
Stroke menyebabkan defisit nuurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adequate dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya.
1. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
2. Lumpuh pada salah satu sisi wajah “Bell’s Palsy”
3. Tonus otot lemah atau kaku
4. Menurun atau hilangnya rasa
5. Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”
6. Gangguan bahasa (Disatria: kesulitan dalam membentuk kata; afhasia atau disfasia: bicara defeksif/kehilangan bicara)
7. Gangguan persepsi
8. Gangguan status mental
Faktor resiko
Yang tidak dapat dikendalikan: Umur, factor familial dan ras
Yang dapat dikendalikan: hipertensi, penyakit kardiovaskuler (penyakit arteri koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri, fibrilasi atrium, penyakit jantung kongestif), kolesterol tinggi, obesitas, kadar hematokrit tinggi, diabetes, kontrasepsi oral, merokok, penyalahgunaan obat, konsumsi alcohol.
Patofisiologi
1. Trombosis (penyakit trombo - oklusif) merupakan penyebab stroke yang paling sering. Arteriosclerosis selebral dan perlambatan sirkulasi selebral adalah penyebab utama trombosis selebral, yang adalah penyebab umum dari stroke. Tanda-tanda trombosis selebral bervariasi. Sakit kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan kognitif atau kejang dan beberapa awitan umum lainnya. Secara umum trombosis selebral tidak terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan paralysis berat pada beberapa jam atau hari.
Trombosis terjadi biasanya ada kaitannya dengan kerusakan local dinding pembuluh darah akibat aterosklerosis. Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan intima arteria besar. Bagian intima arteria sereberi menjadi tipis dan berserabut , sedangkan sel – sel ototnya menghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut. Plak cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat – tempat yang melengkung. Pembuluh–pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam urutan yang makin jarang adalah sebagai berikut : arteria karotis interna, vertebralis bagian atas dan basilaris bawah. Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada permukaan yang terbuka sehingga permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar. Trombosit akan melepasakan enzim, adenosin difosfat yang mengawali mekanisme koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli, atau dapat tetap tinggal di tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna.
2. Embolisme : embolisme sereberi termasuk urutan kedua dari berbagai penyebab utama stroke. Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan penderita trombosis. Kebanyakan emboli sereberi berasal dari suatu trombus dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi sebenarnya adalah perwujudan dari penyakit jantung. Meskipun lebih jarang terjadi, embolus juga mungkin berasal dari plak ateromatosa sinus karotikus atau arteria karotis interna. Setiap bagian otak dapat mengalami embolisme, tetapi embolus biasanya embolus akan menyumbat bagian – bagian yang sempit.. tempat yang paling sering terserang embolus sereberi adalah arteria sereberi media, terutama bagian atas.
3. Perdarahan serebri : perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab utama kasus gangguan pembuluh darah otak) dan merupakan sepersepuluh dari semua kasus penyakit ini. Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh ruptura arteri serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan /atau subaraknoid, sehingga jaringan yang terletakdi dekatnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteria di sekitar perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisper otak dan sirkulus wilisi. Bekuan darah yang semula lunak menyerupai selai merah akhirnya akan larut dan mengecil. Dipandang dari sudut histologis otak yang terletak di sekitar tempat bekuan dapat membengkak dan mengalami nekrosis. Karena kerja enzim – enzim akan terjadi proses pencairan, sehingga terbentuk suatu rongga. Sesudah beberapa bulan semua jaringan nekrotik akan terganti oleh astrosit dan kapiler – kapiler baru sehingga terbentuk jalinan di sekitar rongga tadi. Akhirnya rongga terisi oleh serabut – serabut astroglia yang mengalami proliferasi. Perdarahan subaraknoid sering dikaitkan dengan pecahnya suatu aneurisme. Kebanyakan aneurisme mengenai sirkulus wilisi. Hipertensi atau gangguan perdarahan mempermudah kemungkinan ruptur. Sering terdapat lebih dari satu aneurisme.
Diagnosis
Pada diagnosis penyakit serebrovaskular, maka tindakan arteriografi adalah esensial untuk memperlihatkan penyebab dan letak gangguan. CT Scan dan MRI merupakan sarana diagnostik yang berharga untuk menunjukan adanya hematoma, infark atau perdarahan. EEG dapat membantu dalam menentukan lokasi.
Penatalaksanaan
Secepatnya pada terapeutik window (waktu dari serangan hingga mendapatkan pengobatan maksimal)
Therapeutik window ini ada 3 konsensus:
1. Konsensus amerika : 6 jam
2. Konsensus eropa: 1,5 jam
3. Konsensus asia: 12 jam
Prinsip pengobatan pada therapeutic window:
1. Jaringan penubra ada aliran lagi sehingga jaringan penubra tidak menjadi iskemik.
2. Meminimalisir jaringan iskemik yang terjadi.
Terapi umum
Untuk merawat keadaan akut perlu diperhatikan faktor – faktor kritis sebagai berikut :
1. Menstabilkan tanda – tanda vital
a. memepertahankan saluran nafas (sering melakukan penghisapan yang dalam , O2, trakeotomi, pasang alat bantu pernafasan bila batang otak terkena)
b. kendalikan tekanan darah sesuai dengan keadaan masing – masing individu ; termasuk usaha untuk memperbaiki hipotensi maupun hipertensi.
2. Deteksi dan memperbaiki aritmia jantung
3. Merawat kandung kemih. Sedapat mungkin jangan memasang kateter tinggal; cara ini telah diganti dengan kateterisasi “keluar – masuk” setiap 4 sampai 6 jam.
4. Menempatkan posisi penderita dengan baik secepat mungkin :
a. penderita harus dibalik setiap jam dan latihangerakan pasif setiap 2 jam
b. dalam beberapa hari dianjurkan untuk dilakukan gerakan pasif penuh sebanyak 50 kali per hari; tindakan ini perlu untuk mencegah tekanan pada daerah tertentu dan untuk mencegah kontraktur (terutama pada bahu, siku dan mata kaki)
Terapi khusus
Ditujukan untuk stroke pada therapeutic window dengan obat anti agregasi dan neuroprotektan. Obat anti agregasi: golongan pentoxifilin, tielopidin, low heparin, tPA.
1. Pentoxifilin
Mempunyai 3 cara kerja:
Sebagai anti agregasi → menghancurkan thrombus
Meningkatkan deformalitas eritrosit
Memperbaiki sirkulasi intraselebral
2. Neuroprotektan
- Piracetam: menstabilkan membrane sel neuron, ex: neotropil
Cara kerja dengan menaikkan cAMP ATP dan meningkatkan sintesis glikogen
- Nimodipin: gol. Ca blocker yang merintangi masuknya Ca2+ ke dalam sel, ex.nimotup
Cara kerja dengan merintangi masuknya Ca2+ ke dalam sel dan memperbaiki perfusi jaringan otak
- Citicholin: mencegah kerusakan sel otak, ex. Nicholin
Cara kerja dengan menurunkan free faty acid, menurunkan generasi radikal bebas dan biosintesa lesitin
- Ekstrax gingkobiloba, ex ginkan
Pengobatan konservatif
Pada percobaan vasodilator mampu meningkatkan aliran darah otak (ADO), tetapi belum terbukti demikian pada tubuh manusia. Dilator yang efektif untuk pembuluh di tempat lain ternyata sedikit sekali efeknya bahkan tidak ada efek sama sekali pada pembuluh darah serebral, terutama bila diberikan secara oral (asam nikotinat, tolazolin, papaverin dan sebagainya), berdasarkan uji klinis ternyata pengobatan berikut ini masih berguna : histamin, aminofilin, asetazolamid, papaverin intraarteri.
Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran darah otak. Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita beberapa penyulit seperti hipertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskular yang luas. Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum sehingga saluran pernafasan dan kontrol ventilasi yang baik dapat dipertahankan.
Asuhan Keperawatan
Pengkajian:
1. Perubahan pada tingkat kesadaran atau responivitas yang dibuktikan dengan gerakan, menolak terhadap perubahan posisi dan respon terhadap stimulasi, berorientasi terhadap waktu, tempat dan orang
2. Ada atau tidaknya gerakan volunteer atau involunter ekstremitas, tonus otot, postur tubuh, dan posisi kepala.
3. kekakuan atau flaksiditas leher.
4. Pembukaan mata, ukuran pupil komparatif, dan reaksi pupil terhadap cahaya dan posisi okular.
5. Warna wajah dan ekstremitas, suhu dan kelembaban kulit.
6. Kualitas dan frekuensi nadi, pernapasan, gas darah arteri sesuai indikasi, suhu tubuh dan tekanan arteri.
7. kemampuan untuk bicara
8. Volume cairan yang diminum dan volume urin yang dikeluarkan setiap 24 jam.
Diagnosa yang mungkin muncul:
1. Kerusakan mobilitas fisik b.d hemiparese, kehilangan koordinasi dan keseimbangan, spastisitas, dan cedera otak
2. nyeri b.d hemiparese dan disuse
3. Kurang perawatan diri b.d gejala sisa stroke
4. Kerusakan komunikasi verbal b.d kerusakan otak
5. Perubahan proses berpikir b.d kerusakan otak, konfusi, ketidakmampuan mengikuti instruksi
6. Perubahan proses keluarga b.d penyakit berat dan beban pemberian perawatan
oleh : erwind_kikuk
cah noto "07
Askep Gastrointeritis (GEA)
GASTROENTERITIS
A. PENGERTIAN
• Gastroenteritis adalah peradangan akut lapisan lambung dan usus ditandai dengan anoreksia, rasa mual, nyeri abdomen, dan diare.
(Kamus Besar Dorland Hartanto, 2002)
• Gastroenteritis adalah radang lambung dan usus yang memberikan gejala diare atau tanpa disertai muntah (muntah berak).
(Kapita Selekta Kedokteran Edisi 2)
• Gastroenteritis didefinisikan sebagai inflamasi membrane mukosa lambung dan usus halus yang ditandai dengan muntah dan diare yang berakibat kehilangan cairan dan elektrolit yang menimbulkan dehidrasi dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
(Cecilya L. Bets, 2002)
B. ETIOLOGI
a. Faktor infeksi
• Infeksi bakteri : Vibrio, E. Coli, Salmonella, Shigelia Compylobacter, Yersina, Aeromonas, dan sebagainya.
• Infeksi virus : Eterovirus (virus ECHO, Coxsackie Poliofelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dan lain-lain.
• Infeksi parasit : cacing (Ascaris, Triguris, Oxyyuris, Strongyloides), protozoa (Entamoeba Hstolitica, Glardialambia, Trichomonas Hominis).
b. Faktor malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat, lemak, atau protein.
c. Faktor makanan
Makanan basi, beracun, dan alergi terhadap makanan.
d. Factor psikologis
Rasa takut dan cemas.
e. Imunodefisiensi
Dapat mengakibatkan terjadinya pertumbuhan bakteri.
f. Infeksi terhadap organ lain, seperti radang tonsil, bronchitis, dan radang tenggorokan.
C. PATOFISIOLOGI
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya Gastroenteritis :
1. Dehidrasi
Disebabkan karena makanan terkontaminasi dengan mikroorganisme dan ikut masuk ke dalam saluran pencernaan sehingga menyebabkan iritasi pada mukosa lambung sehingga makanan tidak dapat diabsorbsi dan keluar melalui kolon yang berbentuk cair.
2. Gangguan keseimbangan asam-basa
Hal ini terjadi karena :
a. kehilangan Na-bikarbonat bersama tinja
b. adanya ketosis kelaparan
c. terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan
d. produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal
e. pemindahan ion Na dari cairan ekstra seluler ke dalam cairan intra seluler
3. Hipoglikemia
Adalah kekurangan glikogen dalam tubuh yang disebabkan oleh kerusakan sel-sel dan penurunan konsentrasi glukosa serum, insulin, dan hormon pertumbuhan. Gejalanya antara lain : lemas, apatis, peka rangsang, tremor, berkeringat, pucat, syok, dan kejang sampai lama.
4. Gangguan gizi
Disebabkan karena :
a. makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntah yang bertambah berat
b. walaupun susu diteruskan sering diberikan dengan pengenceran dan susu encer diberikan terlalu lama
c. makanan yang diberikan tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik karena hiperperistaltik
5. Gangguan sirkulasi
Gangguan sirkulasi darah berupa syok hipovilemik akibat perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidisis bertambah berat dan mengakibatkan perdarahan dalam otak.
D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala awal :
1. Anak menjadi cengeng
2. Gelisah
3. Suhu badan meningkat
4. Nafsu makan menurun atau tidak ada
5. Tinja cair (mungkin mengandung darah atau lendir)
6. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur empedu
Gejala lain :
1. Muntah (dapat terjadi sebelum atau sesudah diare)
2. Gejala dehidrasi
3. Berat badan menurun
4. Ubun-ubun cekung (pada bayi)
5. Tonus dan turgor kulit berkurang
6. Selaput lendir dan bibir kering
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
Pemeriksaan tinja
Pemeriksaan tinja, baik makroskopik maupun mikroskopik harus dilakukan untuk menentukan diagnosa yang pasti.
Pemeriksaan secara makroskopik harus diperhatikan bentuk, warna tinja, ada tidaknya darah, lendir, pus, lemak, dan lain-lain.
Pada pemeriksaan mikroskopik harus diperhatikan telur cacing, parasit, dan bakteri.
Pemeriksaan darah
Homogram lengkap, meliputi : Hb, eritrosi, leukosit, dan hematokrit untuk membantu menemukan derajat dehidrasi dan infeksi.
Pemeriksaan pH dan keseimbangan asam basa.
Pemeriksaan AGD dan elektrolit, yaitu Na, K, Cl, dan Mg.
Pemeriksaan urine
Ditetapkan volme, berat jenis, pH, dan elektrolitnya.
2. Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi sebaiknya dilakukan sebagai pekerjaan rutin pada setiap penderia diare. Lebih-lebih lagi setelaah ditemukan ‘colon fibrescope’ maka akan mempermudah dalam pembuatan diagnosa.
3. Radiologi
Penderita sering mengalami diare yang hilang timbul, misalnya colitis ulseratif dan regional enteritis. Untuk menegakkan diagnosa perlu dilakukan pemeriksaan radiology.
F. PENGKAJIAN
Observasi/temuan
Sering defekasi
Penurunan berat badan
Penurunan nafsu makan
Nyeri keram
Distensi abdomen
Muntah
Demam
Peka rangsang
Dehidrasi
Ketidakseimbangan elektrolit hiperaktif bising usus
Hiponatremi/hipernatremia
Hipokalemi/hiperkalemia
Status nutrisi
Depresi fontanel anterior
Mata cekung
Turgor kulit jelek
Selaput lendir kering
Tidak ada air mata saat menangis
Berat jenis urine tinggi
Asidosis metabolic
Pemeriksaan fisik
a. Suhu badan
Bilamana kulit penderita teraba panas, kemungkinan besar menderita penyakit inflamasi atau neoplasma.
b. Penurnan berat badan disertai edem.
c. Inspeksi
• Inspeksi kulit, adanya pucat, ikterik, dan karotenemia
• Inspeksi abdomen untuk tanda-tanda distensi, depresi, dan gerakan peristaltic yang tampak pada dinding abdomen
• Inspeksi mulut : bibir kering, kotor, dan bau
• Inspeksi tinja : warna, bau, volume, frekuensi, dan konsistensi
d. Auskultasi
• Bunyi peristaltic normal 5-35 X/menit
− Menghilang : peritonitis
− Keras/sering : diare, gastroenteristik
− Nada tinggi : ileus obstruksi
• Gerakan cairan
Normal terdengar di epigastrium kiri : cairan lambat, normal 5jam setelah makan/minum, penuh.
• Bising pembuluh darah
Terdengar lumen arteri menyempit/pelebaran aorta abdominalis.
e. Perkusi
Normal : timpani.
f. Palpasi
Palpasi abdomen untuk menentukan adanya nyeri tekan.
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Diare berhubungan dengan inflamasi, iritasi, atau malabsorbsi usus.
Tujuan : mengontrol diare/meningkatkan fungsi usus optimal.
Criteria hasil : Melaporkan penurunan frekuensi defekasi, konsistensi kembali normal.
Intervensi dan rasional :
a. Intervensi : observasi dan catat frekuensi defekasi, karakteristik, jumlah, dan factor pencetus.
Rasional : membantu membedakan penyakit individu dan mengkaji beratnya episode.
b. Intervensi : tingkatkan tirah baring, berikan alat-alat di samping tempat tidur.
Rasional : istirahat menurunkan motilitas usus juga menurunkan laju metabolisme bila infeksi atau perdarahan sebagai komplikasi.
c. Intervensi : buang feses dengan cepat. Berikan pengharum ruangan.
Rasional : menurunkan bau tak sedap untuk menghindari rasa malu pasien.
d. Intervensi : mulai lagi pemasukan cairan per oral secara bertahap. Tawarkan minuman jernih tiap jam, hindari minuman dingin.
Rasional : memberikan istirahat kolon dengan menghilangkan atau menurunkan rangsangan makanan/cairan. Makan kembali secara bertahap cairan mencegah kram dan diare berulang; namun cairan dingin dapat meningkatkan motilitas usus.
e. Intervensi : observasi demam, takikardia, letargi, leukositosis, penurunan protein serum, ansietas, dan kelesuan.
Rasional : tanda bahwa toksik megakolon atau perforasi dan peritonitis akan terjadi/telah terjadi memerlukan intervensi medik segera.
f. Intervensi : kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi, missal Loperamid; kodein.
Rasional : diperlukan untuk diare menetap/berat. Catatan : penggunaan dengan hati-hati karena toksik dilatasi dapat terjadi.
2. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan banyak melalui rute normal (diare berat, muntah).
Tujuan : mempertahankan volume cairan adekuat.
Criteria hasil : membrane mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler baik, tanda vital stabil, keseimbangan masukan dan haluaran dengan urine normal dalam konsentrasi/jumlah.
Intervensi dan rasional :
a. Intervensi : awasi masukan dan haluaran, karakter, dan jumlah feses; perkirakan kehilangan yang tak terlihat, missal, berkeringat. Ukur berat jenis urine; observasi oliguria.
Rasional : memberikan informasi tentang keseimbangan cairan, fungsi ginjal dan control penyakit usus juga merupakan pedoman untuk penggantian cairan.
b. Inervensi : kaji tanda vital (TD, nadi, suhu).
Rasional : hipotensi (termasuk postural), takikardia, demam dapat menunjukkan respons terhadap dan/atau efek kehilangan cairan.
c. Intervensi : ukur berat badan tiap hari.
Rasional : indicator cairan dan status nutrisi.
d. Intervensi : pertahankan pembatasan per oral, tirah baring; hindari kerja.
Rasional : kolon diistirahatkan untuk penyembuhan dan untuk menurunkan kehilangan cairan usus.
e. Intervensi : kolaborasi dalam pemberian cairan parenteral, transfusi darah sesuai indicator.
Rasional : mempertahankan istirahat usus akan memerlukan penggantian cairan untuk memperbaiki kehilangan/anemia. Catatan : cairan mengandung natriun dapat dibatasi pada adanya enteritis regional.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan absorbsi nutrient.
Tujuan : masukan nutrisi adekuat.
Kriteria hasil : menunjukkan berat badan stabil atau peningkatan berat badan sesuai sasaran dengan nilai laboratorium normal dan tidak ada tanda malnutrisi.
Intervensi dan rasional :
a. Intervensi : timbang berat badan tiap hari.
Rasional : memberikan informasi tentang kebutuhan diet/keefektifan terapi.
b. Intervensi : anjurkan istirahat sebelum makan.
Rasional : menenangkan peristaltic dan meningkatkan energi untuk makan.
c. Intervensi : berikan kebersihan oral.
Rasional : mulut yang bersih dapat meningkatkan rasa makanan.
d. Intervensi : catat masukan dan perubahan simtomatologi.
Rasional : memberikan rasa control pada pasien dan kesempatan untuk memilih makanan yang diinginkan/dinikmati, dapat meningkatkan masukan.
e. Intervensi : dorong pasien untuk menyatakan perasaan masalah mulai makan diet.
Rasional : keragu-raguan untuk makan mungkin diakibatkan oleh takut makanan akan menyebabkan eksaserbasi gejala.
f. Intervensi : kolaborasi; berikan nutrisi parenteral total, terapi IV sesuai indikasi.
Rasional : program ini mengistirahatkan saluran GI sementara memberikan nutrisi penting.
4. Nyeri berhubungan dengan hiperperistaltik, diare lama, iritasi kulit/jaringan, ekskoriasi fisura perirektal; fistula.
Tujuan : nyeri hilang/terkontrol.
Criteria hasil : wajah pasien tampak rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat.
Intervensi dan rasional :
a. Intervensi : observasi distensi abdomen, peningkatan suhu, penurunan TD.
Rasional : dapat menunjukkan terjadinya obstruksi usus karena inflamasi, edema, dan jaringan parut.
b. Intervensi : berikan tindakan nyaman (missal pijatan punggung, ubah posisi) dan aktivitas senggang.
Rasional : meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian, dan meningkatkan kemampuan koping.
c. Intervensi : kaji ulang faktor-faktor yang meningkatkan nyeri atau menghilangkan nyeri.
Rasional : dapat menunjukkan dengan tepat pencetus atau faktor pemberat (seperti kejadian stress, tidak toleran terhadap makanan) atau mengidentifikasi terjadinya komplikasi.
d. Intervensi : bersihkan area rectal dengan sabun ringan dan air/lap setelah defekasi dan berikan perawatan kulit, missal salep A&D, salep Sween, jel karaya, Desitin, jeli minyak.
Rasional : melindungi kulit dari asam usus, mencegah ekskoriasi.
e. Intervensi : lakukan modifikasi diet sesuai resep, missal memberikan cairan dan meningkatkan makanan padat sesuai toleransi.
Rasional : istirahat usus penuh dapat menurunkan nyeri, kram.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kesalahan interpretasi informasi, kurang mengingat.
Tujuan : menyatakan pemahaman proses penyakit, pengobatan.
Criteria hasil :
• pasien berpartisipasi dalam program pengobatan
• pasien melakukan perubahan pola hidup tertentu
Intervensi dan rasional :
a. Intervensi : tentukan persepsi pasien tentang proses penyakit.
Rasional : membuat pengetahuan dasar dan memberikan kesadaran kebutuhan belajar individu.
b. Intervensi : kaji ulang obat, tujuan, frekuensi, dosis, dan kemungkinan efek samping.
Rasional : meningkatkan pemahaman dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program.
c. Intervensi : ingatkan pasien untuk mengobservasi efek samping bila steroid diberikan dalam jangka panjang, missal ulkus, edema muka, kelemahan otot.
Rasional : steroid dapat digunakan untuk mengontrol inflamasi dan mempengaruhi remisi penyakit; namun obat dapat menurunkan ketahanan terhadap infeksi dan menyebabkan retensi cairan.
d. Intervensi : tekankan pentingnya perawatan kulit, missal teknik cuci tangan dengan baik dan perawatan perineal yang baik.
Rasional : menurunkan penyebaran bakteri dan resiko iritasi kulit/kerusakan, infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges E. Marilynn, Moorhouse F. Mary, Geissler C. Alice. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. EGC, Jakarta.
Mansjoer Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius, Jakarta.
Smeltzer C. Suzanne, Bare F. Brenda. 2001. Buku Kedokteran Medikal Bedah. EGC, Jakarta
Oleh: erwind_kikuk
cah noto angkatan "07
A. PENGERTIAN
• Gastroenteritis adalah peradangan akut lapisan lambung dan usus ditandai dengan anoreksia, rasa mual, nyeri abdomen, dan diare.
(Kamus Besar Dorland Hartanto, 2002)
• Gastroenteritis adalah radang lambung dan usus yang memberikan gejala diare atau tanpa disertai muntah (muntah berak).
(Kapita Selekta Kedokteran Edisi 2)
• Gastroenteritis didefinisikan sebagai inflamasi membrane mukosa lambung dan usus halus yang ditandai dengan muntah dan diare yang berakibat kehilangan cairan dan elektrolit yang menimbulkan dehidrasi dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
(Cecilya L. Bets, 2002)
B. ETIOLOGI
a. Faktor infeksi
• Infeksi bakteri : Vibrio, E. Coli, Salmonella, Shigelia Compylobacter, Yersina, Aeromonas, dan sebagainya.
• Infeksi virus : Eterovirus (virus ECHO, Coxsackie Poliofelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dan lain-lain.
• Infeksi parasit : cacing (Ascaris, Triguris, Oxyyuris, Strongyloides), protozoa (Entamoeba Hstolitica, Glardialambia, Trichomonas Hominis).
b. Faktor malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat, lemak, atau protein.
c. Faktor makanan
Makanan basi, beracun, dan alergi terhadap makanan.
d. Factor psikologis
Rasa takut dan cemas.
e. Imunodefisiensi
Dapat mengakibatkan terjadinya pertumbuhan bakteri.
f. Infeksi terhadap organ lain, seperti radang tonsil, bronchitis, dan radang tenggorokan.
C. PATOFISIOLOGI
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya Gastroenteritis :
1. Dehidrasi
Disebabkan karena makanan terkontaminasi dengan mikroorganisme dan ikut masuk ke dalam saluran pencernaan sehingga menyebabkan iritasi pada mukosa lambung sehingga makanan tidak dapat diabsorbsi dan keluar melalui kolon yang berbentuk cair.
2. Gangguan keseimbangan asam-basa
Hal ini terjadi karena :
a. kehilangan Na-bikarbonat bersama tinja
b. adanya ketosis kelaparan
c. terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan
d. produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal
e. pemindahan ion Na dari cairan ekstra seluler ke dalam cairan intra seluler
3. Hipoglikemia
Adalah kekurangan glikogen dalam tubuh yang disebabkan oleh kerusakan sel-sel dan penurunan konsentrasi glukosa serum, insulin, dan hormon pertumbuhan. Gejalanya antara lain : lemas, apatis, peka rangsang, tremor, berkeringat, pucat, syok, dan kejang sampai lama.
4. Gangguan gizi
Disebabkan karena :
a. makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntah yang bertambah berat
b. walaupun susu diteruskan sering diberikan dengan pengenceran dan susu encer diberikan terlalu lama
c. makanan yang diberikan tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik karena hiperperistaltik
5. Gangguan sirkulasi
Gangguan sirkulasi darah berupa syok hipovilemik akibat perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidisis bertambah berat dan mengakibatkan perdarahan dalam otak.
D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala awal :
1. Anak menjadi cengeng
2. Gelisah
3. Suhu badan meningkat
4. Nafsu makan menurun atau tidak ada
5. Tinja cair (mungkin mengandung darah atau lendir)
6. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur empedu
Gejala lain :
1. Muntah (dapat terjadi sebelum atau sesudah diare)
2. Gejala dehidrasi
3. Berat badan menurun
4. Ubun-ubun cekung (pada bayi)
5. Tonus dan turgor kulit berkurang
6. Selaput lendir dan bibir kering
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
Pemeriksaan tinja
Pemeriksaan tinja, baik makroskopik maupun mikroskopik harus dilakukan untuk menentukan diagnosa yang pasti.
Pemeriksaan secara makroskopik harus diperhatikan bentuk, warna tinja, ada tidaknya darah, lendir, pus, lemak, dan lain-lain.
Pada pemeriksaan mikroskopik harus diperhatikan telur cacing, parasit, dan bakteri.
Pemeriksaan darah
Homogram lengkap, meliputi : Hb, eritrosi, leukosit, dan hematokrit untuk membantu menemukan derajat dehidrasi dan infeksi.
Pemeriksaan pH dan keseimbangan asam basa.
Pemeriksaan AGD dan elektrolit, yaitu Na, K, Cl, dan Mg.
Pemeriksaan urine
Ditetapkan volme, berat jenis, pH, dan elektrolitnya.
2. Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi sebaiknya dilakukan sebagai pekerjaan rutin pada setiap penderia diare. Lebih-lebih lagi setelaah ditemukan ‘colon fibrescope’ maka akan mempermudah dalam pembuatan diagnosa.
3. Radiologi
Penderita sering mengalami diare yang hilang timbul, misalnya colitis ulseratif dan regional enteritis. Untuk menegakkan diagnosa perlu dilakukan pemeriksaan radiology.
F. PENGKAJIAN
Observasi/temuan
Sering defekasi
Penurunan berat badan
Penurunan nafsu makan
Nyeri keram
Distensi abdomen
Muntah
Demam
Peka rangsang
Dehidrasi
Ketidakseimbangan elektrolit hiperaktif bising usus
Hiponatremi/hipernatremia
Hipokalemi/hiperkalemia
Status nutrisi
Depresi fontanel anterior
Mata cekung
Turgor kulit jelek
Selaput lendir kering
Tidak ada air mata saat menangis
Berat jenis urine tinggi
Asidosis metabolic
Pemeriksaan fisik
a. Suhu badan
Bilamana kulit penderita teraba panas, kemungkinan besar menderita penyakit inflamasi atau neoplasma.
b. Penurnan berat badan disertai edem.
c. Inspeksi
• Inspeksi kulit, adanya pucat, ikterik, dan karotenemia
• Inspeksi abdomen untuk tanda-tanda distensi, depresi, dan gerakan peristaltic yang tampak pada dinding abdomen
• Inspeksi mulut : bibir kering, kotor, dan bau
• Inspeksi tinja : warna, bau, volume, frekuensi, dan konsistensi
d. Auskultasi
• Bunyi peristaltic normal 5-35 X/menit
− Menghilang : peritonitis
− Keras/sering : diare, gastroenteristik
− Nada tinggi : ileus obstruksi
• Gerakan cairan
Normal terdengar di epigastrium kiri : cairan lambat, normal 5jam setelah makan/minum, penuh.
• Bising pembuluh darah
Terdengar lumen arteri menyempit/pelebaran aorta abdominalis.
e. Perkusi
Normal : timpani.
f. Palpasi
Palpasi abdomen untuk menentukan adanya nyeri tekan.
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Diare berhubungan dengan inflamasi, iritasi, atau malabsorbsi usus.
Tujuan : mengontrol diare/meningkatkan fungsi usus optimal.
Criteria hasil : Melaporkan penurunan frekuensi defekasi, konsistensi kembali normal.
Intervensi dan rasional :
a. Intervensi : observasi dan catat frekuensi defekasi, karakteristik, jumlah, dan factor pencetus.
Rasional : membantu membedakan penyakit individu dan mengkaji beratnya episode.
b. Intervensi : tingkatkan tirah baring, berikan alat-alat di samping tempat tidur.
Rasional : istirahat menurunkan motilitas usus juga menurunkan laju metabolisme bila infeksi atau perdarahan sebagai komplikasi.
c. Intervensi : buang feses dengan cepat. Berikan pengharum ruangan.
Rasional : menurunkan bau tak sedap untuk menghindari rasa malu pasien.
d. Intervensi : mulai lagi pemasukan cairan per oral secara bertahap. Tawarkan minuman jernih tiap jam, hindari minuman dingin.
Rasional : memberikan istirahat kolon dengan menghilangkan atau menurunkan rangsangan makanan/cairan. Makan kembali secara bertahap cairan mencegah kram dan diare berulang; namun cairan dingin dapat meningkatkan motilitas usus.
e. Intervensi : observasi demam, takikardia, letargi, leukositosis, penurunan protein serum, ansietas, dan kelesuan.
Rasional : tanda bahwa toksik megakolon atau perforasi dan peritonitis akan terjadi/telah terjadi memerlukan intervensi medik segera.
f. Intervensi : kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi, missal Loperamid; kodein.
Rasional : diperlukan untuk diare menetap/berat. Catatan : penggunaan dengan hati-hati karena toksik dilatasi dapat terjadi.
2. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan banyak melalui rute normal (diare berat, muntah).
Tujuan : mempertahankan volume cairan adekuat.
Criteria hasil : membrane mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler baik, tanda vital stabil, keseimbangan masukan dan haluaran dengan urine normal dalam konsentrasi/jumlah.
Intervensi dan rasional :
a. Intervensi : awasi masukan dan haluaran, karakter, dan jumlah feses; perkirakan kehilangan yang tak terlihat, missal, berkeringat. Ukur berat jenis urine; observasi oliguria.
Rasional : memberikan informasi tentang keseimbangan cairan, fungsi ginjal dan control penyakit usus juga merupakan pedoman untuk penggantian cairan.
b. Inervensi : kaji tanda vital (TD, nadi, suhu).
Rasional : hipotensi (termasuk postural), takikardia, demam dapat menunjukkan respons terhadap dan/atau efek kehilangan cairan.
c. Intervensi : ukur berat badan tiap hari.
Rasional : indicator cairan dan status nutrisi.
d. Intervensi : pertahankan pembatasan per oral, tirah baring; hindari kerja.
Rasional : kolon diistirahatkan untuk penyembuhan dan untuk menurunkan kehilangan cairan usus.
e. Intervensi : kolaborasi dalam pemberian cairan parenteral, transfusi darah sesuai indicator.
Rasional : mempertahankan istirahat usus akan memerlukan penggantian cairan untuk memperbaiki kehilangan/anemia. Catatan : cairan mengandung natriun dapat dibatasi pada adanya enteritis regional.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan absorbsi nutrient.
Tujuan : masukan nutrisi adekuat.
Kriteria hasil : menunjukkan berat badan stabil atau peningkatan berat badan sesuai sasaran dengan nilai laboratorium normal dan tidak ada tanda malnutrisi.
Intervensi dan rasional :
a. Intervensi : timbang berat badan tiap hari.
Rasional : memberikan informasi tentang kebutuhan diet/keefektifan terapi.
b. Intervensi : anjurkan istirahat sebelum makan.
Rasional : menenangkan peristaltic dan meningkatkan energi untuk makan.
c. Intervensi : berikan kebersihan oral.
Rasional : mulut yang bersih dapat meningkatkan rasa makanan.
d. Intervensi : catat masukan dan perubahan simtomatologi.
Rasional : memberikan rasa control pada pasien dan kesempatan untuk memilih makanan yang diinginkan/dinikmati, dapat meningkatkan masukan.
e. Intervensi : dorong pasien untuk menyatakan perasaan masalah mulai makan diet.
Rasional : keragu-raguan untuk makan mungkin diakibatkan oleh takut makanan akan menyebabkan eksaserbasi gejala.
f. Intervensi : kolaborasi; berikan nutrisi parenteral total, terapi IV sesuai indikasi.
Rasional : program ini mengistirahatkan saluran GI sementara memberikan nutrisi penting.
4. Nyeri berhubungan dengan hiperperistaltik, diare lama, iritasi kulit/jaringan, ekskoriasi fisura perirektal; fistula.
Tujuan : nyeri hilang/terkontrol.
Criteria hasil : wajah pasien tampak rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat.
Intervensi dan rasional :
a. Intervensi : observasi distensi abdomen, peningkatan suhu, penurunan TD.
Rasional : dapat menunjukkan terjadinya obstruksi usus karena inflamasi, edema, dan jaringan parut.
b. Intervensi : berikan tindakan nyaman (missal pijatan punggung, ubah posisi) dan aktivitas senggang.
Rasional : meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian, dan meningkatkan kemampuan koping.
c. Intervensi : kaji ulang faktor-faktor yang meningkatkan nyeri atau menghilangkan nyeri.
Rasional : dapat menunjukkan dengan tepat pencetus atau faktor pemberat (seperti kejadian stress, tidak toleran terhadap makanan) atau mengidentifikasi terjadinya komplikasi.
d. Intervensi : bersihkan area rectal dengan sabun ringan dan air/lap setelah defekasi dan berikan perawatan kulit, missal salep A&D, salep Sween, jel karaya, Desitin, jeli minyak.
Rasional : melindungi kulit dari asam usus, mencegah ekskoriasi.
e. Intervensi : lakukan modifikasi diet sesuai resep, missal memberikan cairan dan meningkatkan makanan padat sesuai toleransi.
Rasional : istirahat usus penuh dapat menurunkan nyeri, kram.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kesalahan interpretasi informasi, kurang mengingat.
Tujuan : menyatakan pemahaman proses penyakit, pengobatan.
Criteria hasil :
• pasien berpartisipasi dalam program pengobatan
• pasien melakukan perubahan pola hidup tertentu
Intervensi dan rasional :
a. Intervensi : tentukan persepsi pasien tentang proses penyakit.
Rasional : membuat pengetahuan dasar dan memberikan kesadaran kebutuhan belajar individu.
b. Intervensi : kaji ulang obat, tujuan, frekuensi, dosis, dan kemungkinan efek samping.
Rasional : meningkatkan pemahaman dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program.
c. Intervensi : ingatkan pasien untuk mengobservasi efek samping bila steroid diberikan dalam jangka panjang, missal ulkus, edema muka, kelemahan otot.
Rasional : steroid dapat digunakan untuk mengontrol inflamasi dan mempengaruhi remisi penyakit; namun obat dapat menurunkan ketahanan terhadap infeksi dan menyebabkan retensi cairan.
d. Intervensi : tekankan pentingnya perawatan kulit, missal teknik cuci tangan dengan baik dan perawatan perineal yang baik.
Rasional : menurunkan penyebaran bakteri dan resiko iritasi kulit/kerusakan, infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges E. Marilynn, Moorhouse F. Mary, Geissler C. Alice. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. EGC, Jakarta.
Mansjoer Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius, Jakarta.
Smeltzer C. Suzanne, Bare F. Brenda. 2001. Buku Kedokteran Medikal Bedah. EGC, Jakarta
Oleh: erwind_kikuk
cah noto angkatan "07
Askep TUBERKULOSIS (TBC)
TUBERKULOSIS
1. Definisi
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi. Mycobacterium Tuberkulosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru/berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi.Penyakit tuberculosis ini biasannya menyerang paru tetapi dapat menyebar ke hampir seluruh bagian tubuh termasuk meninges, ginjal, tulang, nodus limfe. Infeksi awal biasanya terjadi 2-10 minggu setelah pemajanan. Individu kemudian dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau ketidakefektifan respon imun.
2. Tanda dan Gejala
a. Tanda
- Penurunan berat badan
- Anoreksia
- Dispneu
- Sputum purulen/hijau, mukoid/kuning
b. Gejala
1). Demam
Biasanya menyerupai demam influenza. Tapi kadang kadang panas badan dapat mencapai 40-41o C. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dan berat ringannya infeksi kuman TBC yang masuk.
2). Batuk
Terjadi karena adanya infeksi pada bronkus. Sifat batuk dimulai dari batuk kering kemudian setelah timbul peradangan menjadi batuk produktif (menghasilkan sputum). Pada keadaan lanjut berupa batuk darah karena terdapat pembulih darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah terjadi pada kavitas tapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
3). Sesak nafas
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya sudah setengah bagian paru.
4). Nyeri dada
Timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura (menimbulkan pleuritis).
5). Malaise
Dapat berupa : Anoreksia, tidak ada nafsu makan, berat badan turun, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam.
3. Patofisiologi
a. Tuberkulosis Primer
Infeksi tuberculosis ini kebanyakan terjadi melalui udara yakni melalui droplet yang mengandung kuman kuman baksil tuberkel yang berasal dari organ infeksius. Droplet mengkontaminasi paru dengan implantasi pada alveolus. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan menempel pada jalan nafas atau paru. Bila kuman ini menetap di jaringan paru maka akan tumbuh dan berkembang biak dalan sitoplasma makrofag dan akan membentuk sarang tuberculosis pneumonia kecil yang disebut sarang primer. Dari sarang primer ini akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal) dan diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (linfadenitis regional). Sarang primer + limfangitis lokal + limfadenitis regional akan membentuk komplek primer.
Komplek primer selanjutnya :
- Sembuh tanpa cacat
- Sembuh dengan sedikit bekas berupa garis garis fibrotik, kalsifikasi ke hilus atau komplek ghon.
- Komplikasi dan menyebar ke daerah sekitarnya secara bronkogen, limfogen dan hematogen
b. Tuberkulosis post primer
Kuman yang dominan pada tuberculosis primer akan muncul bertahun tahun kemudian sebagai infeksi endogen. Tuberkulosis ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru paru, invasinya ke daerah parenkim paru. Dilihat dari jumlah kuman, virulensi dan imunitas penderita, sarang dini dapat menjadi :
- direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa cacat
- sarang meluas dan mneyembuh dengan sebukan jarimham fibrosis
- meluas membentuk cavitas. Dari kavitas ini dapat :
a) meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru
b) memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberculosis
c) bersih dan menyembuh
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan fisis
Tempat kelainan yang paling dicurigai adalah bagian apeks/puncak paru. Bila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas, didapatkan perkusi redup dan auskultasi suara nafas yang bronchial, suara nafas tambahan ronki basah kasar dan nyaring. Bila infiltrasi diliputi oleh penebalan bronchial, suara nafasnya menjadi vesikuler melemah. Bila terdapat cavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau timpani dan auskultasi memberikan suara amforik. Pada TBC paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan retraksi otot otot interkostal. Bagian paru yang sakit menjadi menciut dan menarik isi mediastinum atau paru yang lain. Paru yang sehat menjadi hiperinflasi. Bila jaringan fibrotik lebih dari setengah jumlah jaringan paru akan terjadi pengecilan daerah aliran darah paru sehingga meningkatkan tekanan arteri pulmonalis yang mengakibatkan terjadi cor pulmonal dengan gagal jantung kanan seperti takipnea. Takikardi, right ventrikuler lift, right atrial gallop, graham Iteal murmur, bunyi P yang mengeras, kenaikan tekanan vena jugularis, hepatomegali, asites, edema.
b. Pemeriksaan radiologis
Pada awal penyakit dimana lesi masih merupakan sarang sarang pneumonia gambaran radiologis adalah berupa bercak bercak seperti awan dengan bekas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat dan terlihat bayangan berupa bulatan dengan bekas yang tegas. Gambaran TBC milier berupa bercak bercak halus tersebar merata pada seluruh lapangan paru. Gambaran radiologis lain yang sering menyertai TBC paru adalah penebalan pleura, efusi pleura atau empisema, pneumothorak (bayangan hitam radio lusen di pinggir paru atau pleura)
c. Pemeriksaan laboratorium
1) Darah
Pada TBC aktif, jumlah lekosit meningkat dengan diferensiasi ke kiri, laju endap darah meningkat, jumlah limfosit di bawah normal. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah lekosit kembali normal, LED mula mula menurun kemudian normal, jumlah limfosit tetap meningkat.
2) Sputum
Untuk menemukan kuman BTA, diagnosis dipastikan. Kriteria sputum BTA positif adalah bila ditemukan ≥3 batang kuman BTA dalam satu sediaan.
3) Tes tuberculin, Biasanya dipakai cara mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberculin purified protein derivated intrakutan berkekuatan 5 T>U
5. Penularan dan Faktor Risiko
TB dapat ditularkan dari individu dengan penyakit pulmonal aktif melalui udara ketika berbicara, batuk, bersin atau menyanyi. Individu yang rentan menghirup droplet dan menjadi terinfeksi.
Yang berisiko tinggi terhadap penularan adalah
- Individu yang berhubungan dekat dengan penderita
- Pengguna obat terlarang IV dan pecandu alcohol
- Individu yang tinggal di daerah kumuh, perumahan di bawah standar
- Individu dengan gangguan imun (kanker, lansia, HIV)
- Tenaga kesehatan
6. Manifestasi Klinis
a. Awitan tersembunyi
b. Dimulai dengan demam rendah, keletihan, anoreksia, penurunan berat badan, keringat malam, nyeri dada, batuk menetap.
c. Batuk, non produktif awalnya, dapat berlanjut sampai sputum mukopurulen dengan hemoptisis
7. Penatalaksanaan
Sasaran penatalaksanaan adalah untuk menghilangkan gejala pulmonal dan sistemik, untuk mengembalikan pasien pada kehidupan kesehatan, bekerja, dan keluarga secepat mungkin, dan untuk mencegah penularan infeksi pada orang lain.
a. Pengobatan
Pemakaian obat tunggal banyak terjadi resistensi karena sebagian besar kuman Tuberkulosis memang dapat dibinasakan tetapi sebagian kecil tidak, maka terapi Tuberkulosis dilakukan dengan memakai paduan obat. Dengan paduan 2 obat ini kemungkinan awal dapat diabaikan karena : jarang ditemukan retensi terhadap 2 macam obat atau lebih dan pola retensi terbanyak adalah terhadap INH.
Jenis Obat :
1) Oba primer
- Isoniazid
- Rifampisin
- Pita zinamid
- Streptomisin
- Etambutol
2) Obat sekunder
- Etionamid
- Prorionamid
- Sikloscren
- Kanamisin
- Para amine salicylic acid
- Tiasetazon
- Viomycin
- kapremisy
b. Pencegahan
- kemoprofilaksis
- Vaksinasi BCG
- Program Kontrol
c. Kegagalan pengobatan
Sebab sebab kegagalan pengobatan:
1) Obat
- paduan obat tidak adekuat
- dosis obat tidak cukup
- minum obat tidak teratur
- jangka waktu pengobatan kurang dari semestinya
- terjadi resistensi obat
2) Drop out
- kekurangan biaya pengobatan
- merasa sudah sembuh
- malas berobat
3) Penyakit
- lesi paru yang sakit terlalu luas
- adanya penyakit lain yang menyertai seperti DM
- adanya gangguan imunologis
8. Komplikasi
Dapat menyebabkan efusi pleura, empiema, pneumothorax, laryngitis, Tuberkulosis enteritis, respiratori distress
1. PENGKAJIAN
• Riwayat keperawatan: Riwayat kontak dengan penderita
• Manifestasi klinis seperti demam, anoreksia, penurunan berat badan, berkeringat malam, keletihan, batuk dan pembentukan sputum, fungsi pernafasan, nyeri dada, bunyi nafas, kesiapan emosional, persepsi dan dan pengertian tentang tuberkolosis dan pengobatannya, evaluasi fisik dan laboratorium.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
• Gangguan pertukaran gas b/d kerusakan jaringan paru
• Tidak efektifnya pola nafas b/d adanya batuk, nyeri dada
• Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b/d adanya secret
• Ketidakseimbangan nutrisi kurang darikebutuhan tubuh b/d anoreksia
• Risiko penyebaraluasan infeki b/d organisme virulen
• Deficit pengetahuan tentang tuberkolosis dan pengobatannya b/d kurang paparan, miinterpretasi inormasi, keterbatasan kognitif, tidak mengenal dengan sumber informasi.
Masalah-masalah kolaboratif/potensial komplikasi:
• Malnutrisi
• Resistensi obat
• Efek samping terapi obat-obatan (hepatitis, perubahan neurologist, ruam kulit, gangguan GI)
oleh : erwind_kikuk
cah noto angkatan "07
1. Definisi
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi. Mycobacterium Tuberkulosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru/berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi.Penyakit tuberculosis ini biasannya menyerang paru tetapi dapat menyebar ke hampir seluruh bagian tubuh termasuk meninges, ginjal, tulang, nodus limfe. Infeksi awal biasanya terjadi 2-10 minggu setelah pemajanan. Individu kemudian dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau ketidakefektifan respon imun.
2. Tanda dan Gejala
a. Tanda
- Penurunan berat badan
- Anoreksia
- Dispneu
- Sputum purulen/hijau, mukoid/kuning
b. Gejala
1). Demam
Biasanya menyerupai demam influenza. Tapi kadang kadang panas badan dapat mencapai 40-41o C. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dan berat ringannya infeksi kuman TBC yang masuk.
2). Batuk
Terjadi karena adanya infeksi pada bronkus. Sifat batuk dimulai dari batuk kering kemudian setelah timbul peradangan menjadi batuk produktif (menghasilkan sputum). Pada keadaan lanjut berupa batuk darah karena terdapat pembulih darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah terjadi pada kavitas tapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
3). Sesak nafas
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya sudah setengah bagian paru.
4). Nyeri dada
Timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura (menimbulkan pleuritis).
5). Malaise
Dapat berupa : Anoreksia, tidak ada nafsu makan, berat badan turun, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam.
3. Patofisiologi
a. Tuberkulosis Primer
Infeksi tuberculosis ini kebanyakan terjadi melalui udara yakni melalui droplet yang mengandung kuman kuman baksil tuberkel yang berasal dari organ infeksius. Droplet mengkontaminasi paru dengan implantasi pada alveolus. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan menempel pada jalan nafas atau paru. Bila kuman ini menetap di jaringan paru maka akan tumbuh dan berkembang biak dalan sitoplasma makrofag dan akan membentuk sarang tuberculosis pneumonia kecil yang disebut sarang primer. Dari sarang primer ini akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal) dan diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (linfadenitis regional). Sarang primer + limfangitis lokal + limfadenitis regional akan membentuk komplek primer.
Komplek primer selanjutnya :
- Sembuh tanpa cacat
- Sembuh dengan sedikit bekas berupa garis garis fibrotik, kalsifikasi ke hilus atau komplek ghon.
- Komplikasi dan menyebar ke daerah sekitarnya secara bronkogen, limfogen dan hematogen
b. Tuberkulosis post primer
Kuman yang dominan pada tuberculosis primer akan muncul bertahun tahun kemudian sebagai infeksi endogen. Tuberkulosis ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru paru, invasinya ke daerah parenkim paru. Dilihat dari jumlah kuman, virulensi dan imunitas penderita, sarang dini dapat menjadi :
- direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa cacat
- sarang meluas dan mneyembuh dengan sebukan jarimham fibrosis
- meluas membentuk cavitas. Dari kavitas ini dapat :
a) meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru
b) memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberculosis
c) bersih dan menyembuh
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan fisis
Tempat kelainan yang paling dicurigai adalah bagian apeks/puncak paru. Bila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas, didapatkan perkusi redup dan auskultasi suara nafas yang bronchial, suara nafas tambahan ronki basah kasar dan nyaring. Bila infiltrasi diliputi oleh penebalan bronchial, suara nafasnya menjadi vesikuler melemah. Bila terdapat cavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau timpani dan auskultasi memberikan suara amforik. Pada TBC paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan retraksi otot otot interkostal. Bagian paru yang sakit menjadi menciut dan menarik isi mediastinum atau paru yang lain. Paru yang sehat menjadi hiperinflasi. Bila jaringan fibrotik lebih dari setengah jumlah jaringan paru akan terjadi pengecilan daerah aliran darah paru sehingga meningkatkan tekanan arteri pulmonalis yang mengakibatkan terjadi cor pulmonal dengan gagal jantung kanan seperti takipnea. Takikardi, right ventrikuler lift, right atrial gallop, graham Iteal murmur, bunyi P yang mengeras, kenaikan tekanan vena jugularis, hepatomegali, asites, edema.
b. Pemeriksaan radiologis
Pada awal penyakit dimana lesi masih merupakan sarang sarang pneumonia gambaran radiologis adalah berupa bercak bercak seperti awan dengan bekas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat dan terlihat bayangan berupa bulatan dengan bekas yang tegas. Gambaran TBC milier berupa bercak bercak halus tersebar merata pada seluruh lapangan paru. Gambaran radiologis lain yang sering menyertai TBC paru adalah penebalan pleura, efusi pleura atau empisema, pneumothorak (bayangan hitam radio lusen di pinggir paru atau pleura)
c. Pemeriksaan laboratorium
1) Darah
Pada TBC aktif, jumlah lekosit meningkat dengan diferensiasi ke kiri, laju endap darah meningkat, jumlah limfosit di bawah normal. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah lekosit kembali normal, LED mula mula menurun kemudian normal, jumlah limfosit tetap meningkat.
2) Sputum
Untuk menemukan kuman BTA, diagnosis dipastikan. Kriteria sputum BTA positif adalah bila ditemukan ≥3 batang kuman BTA dalam satu sediaan.
3) Tes tuberculin, Biasanya dipakai cara mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberculin purified protein derivated intrakutan berkekuatan 5 T>U
5. Penularan dan Faktor Risiko
TB dapat ditularkan dari individu dengan penyakit pulmonal aktif melalui udara ketika berbicara, batuk, bersin atau menyanyi. Individu yang rentan menghirup droplet dan menjadi terinfeksi.
Yang berisiko tinggi terhadap penularan adalah
- Individu yang berhubungan dekat dengan penderita
- Pengguna obat terlarang IV dan pecandu alcohol
- Individu yang tinggal di daerah kumuh, perumahan di bawah standar
- Individu dengan gangguan imun (kanker, lansia, HIV)
- Tenaga kesehatan
6. Manifestasi Klinis
a. Awitan tersembunyi
b. Dimulai dengan demam rendah, keletihan, anoreksia, penurunan berat badan, keringat malam, nyeri dada, batuk menetap.
c. Batuk, non produktif awalnya, dapat berlanjut sampai sputum mukopurulen dengan hemoptisis
7. Penatalaksanaan
Sasaran penatalaksanaan adalah untuk menghilangkan gejala pulmonal dan sistemik, untuk mengembalikan pasien pada kehidupan kesehatan, bekerja, dan keluarga secepat mungkin, dan untuk mencegah penularan infeksi pada orang lain.
a. Pengobatan
Pemakaian obat tunggal banyak terjadi resistensi karena sebagian besar kuman Tuberkulosis memang dapat dibinasakan tetapi sebagian kecil tidak, maka terapi Tuberkulosis dilakukan dengan memakai paduan obat. Dengan paduan 2 obat ini kemungkinan awal dapat diabaikan karena : jarang ditemukan retensi terhadap 2 macam obat atau lebih dan pola retensi terbanyak adalah terhadap INH.
Jenis Obat :
1) Oba primer
- Isoniazid
- Rifampisin
- Pita zinamid
- Streptomisin
- Etambutol
2) Obat sekunder
- Etionamid
- Prorionamid
- Sikloscren
- Kanamisin
- Para amine salicylic acid
- Tiasetazon
- Viomycin
- kapremisy
b. Pencegahan
- kemoprofilaksis
- Vaksinasi BCG
- Program Kontrol
c. Kegagalan pengobatan
Sebab sebab kegagalan pengobatan:
1) Obat
- paduan obat tidak adekuat
- dosis obat tidak cukup
- minum obat tidak teratur
- jangka waktu pengobatan kurang dari semestinya
- terjadi resistensi obat
2) Drop out
- kekurangan biaya pengobatan
- merasa sudah sembuh
- malas berobat
3) Penyakit
- lesi paru yang sakit terlalu luas
- adanya penyakit lain yang menyertai seperti DM
- adanya gangguan imunologis
8. Komplikasi
Dapat menyebabkan efusi pleura, empiema, pneumothorax, laryngitis, Tuberkulosis enteritis, respiratori distress
1. PENGKAJIAN
• Riwayat keperawatan: Riwayat kontak dengan penderita
• Manifestasi klinis seperti demam, anoreksia, penurunan berat badan, berkeringat malam, keletihan, batuk dan pembentukan sputum, fungsi pernafasan, nyeri dada, bunyi nafas, kesiapan emosional, persepsi dan dan pengertian tentang tuberkolosis dan pengobatannya, evaluasi fisik dan laboratorium.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
• Gangguan pertukaran gas b/d kerusakan jaringan paru
• Tidak efektifnya pola nafas b/d adanya batuk, nyeri dada
• Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b/d adanya secret
• Ketidakseimbangan nutrisi kurang darikebutuhan tubuh b/d anoreksia
• Risiko penyebaraluasan infeki b/d organisme virulen
• Deficit pengetahuan tentang tuberkolosis dan pengobatannya b/d kurang paparan, miinterpretasi inormasi, keterbatasan kognitif, tidak mengenal dengan sumber informasi.
Masalah-masalah kolaboratif/potensial komplikasi:
• Malnutrisi
• Resistensi obat
• Efek samping terapi obat-obatan (hepatitis, perubahan neurologist, ruam kulit, gangguan GI)
oleh : erwind_kikuk
cah noto angkatan "07
TUBERKULOSIS
1. Definisi
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi. Mycobacterium Tuberkulosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru/berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi.Penyakit tuberculosis ini biasannya menyerang paru tetapi dapat menyebar ke hampir seluruh bagian tubuh termasuk meninges, ginjal, tulang, nodus limfe. Infeksi awal biasanya terjadi 2-10 minggu setelah pemajanan. Individu kemudian dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau ketidakefektifan respon imun.
2. Tanda dan Gejala
a. Tanda
- Penurunan berat badan
- Anoreksia
- Dispneu
- Sputum purulen/hijau, mukoid/kuning
b. Gejala
1). Demam
Biasanya menyerupai demam influenza. Tapi kadang kadang panas badan dapat mencapai 40-41o C. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dan berat ringannya infeksi kuman TBC yang masuk.
2). Batuk
Terjadi karena adanya infeksi pada bronkus. Sifat batuk dimulai dari batuk kering kemudian setelah timbul peradangan menjadi batuk produktif (menghasilkan sputum). Pada keadaan lanjut berupa batuk darah karena terdapat pembulih darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah terjadi pada kavitas tapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
3). Sesak nafas
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya sudah setengah bagian paru.
4). Nyeri dada
Timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura (menimbulkan pleuritis).
5). Malaise
Dapat berupa : Anoreksia, tidak ada nafsu makan, berat badan turun, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam.
3. Patofisiologi
a. Tuberkulosis Primer
Infeksi tuberculosis ini kebanyakan terjadi melalui udara yakni melalui droplet yang mengandung kuman kuman baksil tuberkel yang berasal dari organ infeksius. Droplet mengkontaminasi paru dengan implantasi pada alveolus. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan menempel pada jalan nafas atau paru. Bila kuman ini menetap di jaringan paru maka akan tumbuh dan berkembang biak dalan sitoplasma makrofag dan akan membentuk sarang tuberculosis pneumonia kecil yang disebut sarang primer. Dari sarang primer ini akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal) dan diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (linfadenitis regional). Sarang primer + limfangitis lokal + limfadenitis regional akan membentuk komplek primer.
Komplek primer selanjutnya :
- Sembuh tanpa cacat
- Sembuh dengan sedikit bekas berupa garis garis fibrotik, kalsifikasi ke hilus atau komplek ghon.
- Komplikasi dan menyebar ke daerah sekitarnya secara bronkogen, limfogen dan hematogen
b. Tuberkulosis post primer
Kuman yang dominan pada tuberculosis primer akan muncul bertahun tahun kemudian sebagai infeksi endogen. Tuberkulosis ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru paru, invasinya ke daerah parenkim paru. Dilihat dari jumlah kuman, virulensi dan imunitas penderita, sarang dini dapat menjadi :
- direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa cacat
- sarang meluas dan mneyembuh dengan sebukan jarimham fibrosis
- meluas membentuk cavitas. Dari kavitas ini dapat :
a) meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru
b) memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberculosis
c) bersih dan menyembuh
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan fisis
Tempat kelainan yang paling dicurigai adalah bagian apeks/puncak paru. Bila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas, didapatkan perkusi redup dan auskultasi suara nafas yang bronchial, suara nafas tambahan ronki basah kasar dan nyaring. Bila infiltrasi diliputi oleh penebalan bronchial, suara nafasnya menjadi vesikuler melemah. Bila terdapat cavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau timpani dan auskultasi memberikan suara amforik. Pada TBC paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan retraksi otot otot interkostal. Bagian paru yang sakit menjadi menciut dan menarik isi mediastinum atau paru yang lain. Paru yang sehat menjadi hiperinflasi. Bila jaringan fibrotik lebih dari setengah jumlah jaringan paru akan terjadi pengecilan daerah aliran darah paru sehingga meningkatkan tekanan arteri pulmonalis yang mengakibatkan terjadi cor pulmonal dengan gagal jantung kanan seperti takipnea. Takikardi, right ventrikuler lift, right atrial gallop, graham Iteal murmur, bunyi P yang mengeras, kenaikan tekanan vena jugularis, hepatomegali, asites, edema.
b. Pemeriksaan radiologis
Pada awal penyakit dimana lesi masih merupakan sarang sarang pneumonia gambaran radiologis adalah berupa bercak bercak seperti awan dengan bekas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat dan terlihat bayangan berupa bulatan dengan bekas yang tegas. Gambaran TBC milier berupa bercak bercak halus tersebar merata pada seluruh lapangan paru. Gambaran radiologis lain yang sering menyertai TBC paru adalah penebalan pleura, efusi pleura atau empisema, pneumothorak (bayangan hitam radio lusen di pinggir paru atau pleura)
c. Pemeriksaan laboratorium
1) Darah
Pada TBC aktif, jumlah lekosit meningkat dengan diferensiasi ke kiri, laju endap darah meningkat, jumlah limfosit di bawah normal. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah lekosit kembali normal, LED mula mula menurun kemudian normal, jumlah limfosit tetap meningkat.
2) Sputum
Untuk menemukan kuman BTA, diagnosis dipastikan. Kriteria sputum BTA positif adalah bila ditemukan ≥3 batang kuman BTA dalam satu sediaan.
3) Tes tuberculin, Biasanya dipakai cara mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberculin purified protein derivated intrakutan berkekuatan 5 T>U
5. Penularan dan Faktor Risiko
TB dapat ditularkan dari individu dengan penyakit pulmonal aktif melalui udara ketika berbicara, batuk, bersin atau menyanyi. Individu yang rentan menghirup droplet dan menjadi terinfeksi.
Yang berisiko tinggi terhadap penularan adalah
- Individu yang berhubungan dekat dengan penderita
- Pengguna obat terlarang IV dan pecandu alcohol
- Individu yang tinggal di daerah kumuh, perumahan di bawah standar
- Individu dengan gangguan imun (kanker, lansia, HIV)
- Tenaga kesehatan
6. Manifestasi Klinis
a. Awitan tersembunyi
b. Dimulai dengan demam rendah, keletihan, anoreksia, penurunan berat badan, keringat malam, nyeri dada, batuk menetap.
c. Batuk, non produktif awalnya, dapat berlanjut sampai sputum mukopurulen dengan hemoptisis
7. Penatalaksanaan
Sasaran penatalaksanaan adalah untuk menghilangkan gejala pulmonal dan sistemik, untuk mengembalikan pasien pada kehidupan kesehatan, bekerja, dan keluarga secepat mungkin, dan untuk mencegah penularan infeksi pada orang lain.
a. Pengobatan
Pemakaian obat tunggal banyak terjadi resistensi karena sebagian besar kuman Tuberkulosis memang dapat dibinasakan tetapi sebagian kecil tidak, maka terapi Tuberkulosis dilakukan dengan memakai paduan obat. Dengan paduan 2 obat ini kemungkinan awal dapat diabaikan karena : jarang ditemukan retensi terhadap 2 macam obat atau lebih dan pola retensi terbanyak adalah terhadap INH.
Jenis Obat :
1) Oba primer
- Isoniazid
- Rifampisin
- Pita zinamid
- Streptomisin
- Etambutol
2) Obat sekunder
- Etionamid
- Prorionamid
- Sikloscren
- Kanamisin
- Para amine salicylic acid
- Tiasetazon
- Viomycin
- kapremisy
b. Pencegahan
- kemoprofilaksis
- Vaksinasi BCG
- Program Kontrol
c. Kegagalan pengobatan
Sebab sebab kegagalan pengobatan:
1) Obat
- paduan obat tidak adekuat
- dosis obat tidak cukup
- minum obat tidak teratur
- jangka waktu pengobatan kurang dari semestinya
- terjadi resistensi obat
2) Drop out
- kekurangan biaya pengobatan
- merasa sudah sembuh
- malas berobat
3) Penyakit
- lesi paru yang sakit terlalu luas
- adanya penyakit lain yang menyertai seperti DM
- adanya gangguan imunologis
8. Komplikasi
Dapat menyebabkan efusi pleura, empiema, pneumothorax, laryngitis, Tuberkulosis enteritis, respiratori distress
1. PENGKAJIAN
• Riwayat keperawatan: Riwayat kontak dengan penderita
• Manifestasi klinis seperti demam, anoreksia, penurunan berat badan, berkeringat malam, keletihan, batuk dan pembentukan sputum, fungsi pernafasan, nyeri dada, bunyi nafas, kesiapan emosional, persepsi dan dan pengertian tentang tuberkolosis dan pengobatannya, evaluasi fisik dan laboratorium.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
• Gangguan pertukaran gas b/d kerusakan jaringan paru
• Tidak efektifnya pola nafas b/d adanya batuk, nyeri dada
• Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b/d adanya secret
• Ketidakseimbangan nutrisi kurang darikebutuhan tubuh b/d anoreksia
• Risiko penyebaraluasan infeki b/d organisme virulen
• Deficit pengetahuan tentang tuberkolosis dan pengobatannya b/d kurang paparan, miinterpretasi inormasi, keterbatasan kognitif, tidak mengenal dengan sumber informasi.
Masalah-masalah kolaboratif/potensial komplikasi:
• Malnutrisi
• Resistensi obat
• Efek samping terapi obat-obatan (hepatitis, perubahan neurologist, ruam kulit, gangguan GI)
oleh : erwind_kikuk
cah noto angkatan "07
1. Definisi
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi. Mycobacterium Tuberkulosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru/berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi.Penyakit tuberculosis ini biasannya menyerang paru tetapi dapat menyebar ke hampir seluruh bagian tubuh termasuk meninges, ginjal, tulang, nodus limfe. Infeksi awal biasanya terjadi 2-10 minggu setelah pemajanan. Individu kemudian dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau ketidakefektifan respon imun.
2. Tanda dan Gejala
a. Tanda
- Penurunan berat badan
- Anoreksia
- Dispneu
- Sputum purulen/hijau, mukoid/kuning
b. Gejala
1). Demam
Biasanya menyerupai demam influenza. Tapi kadang kadang panas badan dapat mencapai 40-41o C. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dan berat ringannya infeksi kuman TBC yang masuk.
2). Batuk
Terjadi karena adanya infeksi pada bronkus. Sifat batuk dimulai dari batuk kering kemudian setelah timbul peradangan menjadi batuk produktif (menghasilkan sputum). Pada keadaan lanjut berupa batuk darah karena terdapat pembulih darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah terjadi pada kavitas tapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
3). Sesak nafas
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya sudah setengah bagian paru.
4). Nyeri dada
Timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura (menimbulkan pleuritis).
5). Malaise
Dapat berupa : Anoreksia, tidak ada nafsu makan, berat badan turun, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam.
3. Patofisiologi
a. Tuberkulosis Primer
Infeksi tuberculosis ini kebanyakan terjadi melalui udara yakni melalui droplet yang mengandung kuman kuman baksil tuberkel yang berasal dari organ infeksius. Droplet mengkontaminasi paru dengan implantasi pada alveolus. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan menempel pada jalan nafas atau paru. Bila kuman ini menetap di jaringan paru maka akan tumbuh dan berkembang biak dalan sitoplasma makrofag dan akan membentuk sarang tuberculosis pneumonia kecil yang disebut sarang primer. Dari sarang primer ini akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal) dan diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (linfadenitis regional). Sarang primer + limfangitis lokal + limfadenitis regional akan membentuk komplek primer.
Komplek primer selanjutnya :
- Sembuh tanpa cacat
- Sembuh dengan sedikit bekas berupa garis garis fibrotik, kalsifikasi ke hilus atau komplek ghon.
- Komplikasi dan menyebar ke daerah sekitarnya secara bronkogen, limfogen dan hematogen
b. Tuberkulosis post primer
Kuman yang dominan pada tuberculosis primer akan muncul bertahun tahun kemudian sebagai infeksi endogen. Tuberkulosis ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru paru, invasinya ke daerah parenkim paru. Dilihat dari jumlah kuman, virulensi dan imunitas penderita, sarang dini dapat menjadi :
- direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa cacat
- sarang meluas dan mneyembuh dengan sebukan jarimham fibrosis
- meluas membentuk cavitas. Dari kavitas ini dapat :
a) meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru
b) memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberculosis
c) bersih dan menyembuh
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan fisis
Tempat kelainan yang paling dicurigai adalah bagian apeks/puncak paru. Bila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas, didapatkan perkusi redup dan auskultasi suara nafas yang bronchial, suara nafas tambahan ronki basah kasar dan nyaring. Bila infiltrasi diliputi oleh penebalan bronchial, suara nafasnya menjadi vesikuler melemah. Bila terdapat cavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau timpani dan auskultasi memberikan suara amforik. Pada TBC paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan retraksi otot otot interkostal. Bagian paru yang sakit menjadi menciut dan menarik isi mediastinum atau paru yang lain. Paru yang sehat menjadi hiperinflasi. Bila jaringan fibrotik lebih dari setengah jumlah jaringan paru akan terjadi pengecilan daerah aliran darah paru sehingga meningkatkan tekanan arteri pulmonalis yang mengakibatkan terjadi cor pulmonal dengan gagal jantung kanan seperti takipnea. Takikardi, right ventrikuler lift, right atrial gallop, graham Iteal murmur, bunyi P yang mengeras, kenaikan tekanan vena jugularis, hepatomegali, asites, edema.
b. Pemeriksaan radiologis
Pada awal penyakit dimana lesi masih merupakan sarang sarang pneumonia gambaran radiologis adalah berupa bercak bercak seperti awan dengan bekas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat dan terlihat bayangan berupa bulatan dengan bekas yang tegas. Gambaran TBC milier berupa bercak bercak halus tersebar merata pada seluruh lapangan paru. Gambaran radiologis lain yang sering menyertai TBC paru adalah penebalan pleura, efusi pleura atau empisema, pneumothorak (bayangan hitam radio lusen di pinggir paru atau pleura)
c. Pemeriksaan laboratorium
1) Darah
Pada TBC aktif, jumlah lekosit meningkat dengan diferensiasi ke kiri, laju endap darah meningkat, jumlah limfosit di bawah normal. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah lekosit kembali normal, LED mula mula menurun kemudian normal, jumlah limfosit tetap meningkat.
2) Sputum
Untuk menemukan kuman BTA, diagnosis dipastikan. Kriteria sputum BTA positif adalah bila ditemukan ≥3 batang kuman BTA dalam satu sediaan.
3) Tes tuberculin, Biasanya dipakai cara mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberculin purified protein derivated intrakutan berkekuatan 5 T>U
5. Penularan dan Faktor Risiko
TB dapat ditularkan dari individu dengan penyakit pulmonal aktif melalui udara ketika berbicara, batuk, bersin atau menyanyi. Individu yang rentan menghirup droplet dan menjadi terinfeksi.
Yang berisiko tinggi terhadap penularan adalah
- Individu yang berhubungan dekat dengan penderita
- Pengguna obat terlarang IV dan pecandu alcohol
- Individu yang tinggal di daerah kumuh, perumahan di bawah standar
- Individu dengan gangguan imun (kanker, lansia, HIV)
- Tenaga kesehatan
6. Manifestasi Klinis
a. Awitan tersembunyi
b. Dimulai dengan demam rendah, keletihan, anoreksia, penurunan berat badan, keringat malam, nyeri dada, batuk menetap.
c. Batuk, non produktif awalnya, dapat berlanjut sampai sputum mukopurulen dengan hemoptisis
7. Penatalaksanaan
Sasaran penatalaksanaan adalah untuk menghilangkan gejala pulmonal dan sistemik, untuk mengembalikan pasien pada kehidupan kesehatan, bekerja, dan keluarga secepat mungkin, dan untuk mencegah penularan infeksi pada orang lain.
a. Pengobatan
Pemakaian obat tunggal banyak terjadi resistensi karena sebagian besar kuman Tuberkulosis memang dapat dibinasakan tetapi sebagian kecil tidak, maka terapi Tuberkulosis dilakukan dengan memakai paduan obat. Dengan paduan 2 obat ini kemungkinan awal dapat diabaikan karena : jarang ditemukan retensi terhadap 2 macam obat atau lebih dan pola retensi terbanyak adalah terhadap INH.
Jenis Obat :
1) Oba primer
- Isoniazid
- Rifampisin
- Pita zinamid
- Streptomisin
- Etambutol
2) Obat sekunder
- Etionamid
- Prorionamid
- Sikloscren
- Kanamisin
- Para amine salicylic acid
- Tiasetazon
- Viomycin
- kapremisy
b. Pencegahan
- kemoprofilaksis
- Vaksinasi BCG
- Program Kontrol
c. Kegagalan pengobatan
Sebab sebab kegagalan pengobatan:
1) Obat
- paduan obat tidak adekuat
- dosis obat tidak cukup
- minum obat tidak teratur
- jangka waktu pengobatan kurang dari semestinya
- terjadi resistensi obat
2) Drop out
- kekurangan biaya pengobatan
- merasa sudah sembuh
- malas berobat
3) Penyakit
- lesi paru yang sakit terlalu luas
- adanya penyakit lain yang menyertai seperti DM
- adanya gangguan imunologis
8. Komplikasi
Dapat menyebabkan efusi pleura, empiema, pneumothorax, laryngitis, Tuberkulosis enteritis, respiratori distress
1. PENGKAJIAN
• Riwayat keperawatan: Riwayat kontak dengan penderita
• Manifestasi klinis seperti demam, anoreksia, penurunan berat badan, berkeringat malam, keletihan, batuk dan pembentukan sputum, fungsi pernafasan, nyeri dada, bunyi nafas, kesiapan emosional, persepsi dan dan pengertian tentang tuberkolosis dan pengobatannya, evaluasi fisik dan laboratorium.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
• Gangguan pertukaran gas b/d kerusakan jaringan paru
• Tidak efektifnya pola nafas b/d adanya batuk, nyeri dada
• Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b/d adanya secret
• Ketidakseimbangan nutrisi kurang darikebutuhan tubuh b/d anoreksia
• Risiko penyebaraluasan infeki b/d organisme virulen
• Deficit pengetahuan tentang tuberkolosis dan pengobatannya b/d kurang paparan, miinterpretasi inormasi, keterbatasan kognitif, tidak mengenal dengan sumber informasi.
Masalah-masalah kolaboratif/potensial komplikasi:
• Malnutrisi
• Resistensi obat
• Efek samping terapi obat-obatan (hepatitis, perubahan neurologist, ruam kulit, gangguan GI)
oleh : erwind_kikuk
cah noto angkatan "07
ASKEP PADA KLIEN DENGAN VERTIGO
ASUHAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN VERTIGO
BAB I.
PENDAHULUAN
A. Definisi penyakit
Vertigo adalah setiap gerakan atau rasa gerakan tubuh penderita atau obyek – obyek disekitar penderita yang bersangkutan dengan kelainan system keseimbangan (ekuilibrium).
B. Tanda dan gejala
1.Pusing diikuti sensasi seperti berputar, miring, berayun/oleng ( halusinasi gerak atau disorientasi ruangan).
2.Vertigo akut sering disertai gejala otonom seperti mual, muntah, keringat dingin, muka pucat, ketidakseimbagan badan dan nistagmus.
C. Patofisiologi
Setiap orang tinggal diruangan danmampu berorientasi terhadap sekitarnya berkat adanya informasi-informasi yang dating dari indera.Didalam orientasi ruangan ini indera yang penting peranannya adalah system vestibular, system penglihatan dan rasa dalam(proprioseptik).
Untuk bekerja secara wajar, unit ini memerlukan normalitas fungsi fisiologi indera-indera tersebut sehingga informasi yang ditangkap dari sekitarnya proporsional dan adekuat.Tetapi bila oleh suatu sebab terjadi hal-hal yang menyimpang,maka unit pemroses sentral tak lagi dapat memproses informasi- informasi secara wajar. Hasil akhiir yang didapat selain ketidaksempurnaan adaptasi otot-otot tersebut diatas juga akan memberikan tanda kegawatan. Tanda ini dapat dalam bentuk yang disadari ataupun yang tidak disadari oleh penderita.
Penyimpangan proses tersebut dapat sebagai akibat abnormalitas fungsi fisiologik salah satu atau lebih indera,atau akibat informasi yang tidakharmonis ,atau tidak terkoordinasi nya informasi- informasi yangdatang dari indera- indera ekuilibrium.Biasanya bila abnormalitas itu bersumber dari system visualakan menimbulkan rasa ringan dikepala, sedangkan bila bersumber dari system vestibular , menimbulkan rasa gerakan. Dikatakan dari semua indera itu , system vestibularlahyang memegang andil paling besar terhadap ekuilibrium.
D.Pemeriksaan penunjang
1. Head CT scan
2. Brain Evoked Response Audiometry
E. Management Terapi
a.Cara medikamentosa: antikolinergik/parasimpatolitik, antihistamin, penenang,simpatomimetik atau campuran obat-obat tersebut diatas.
b.Fisioterapi
BAB II
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. MASALAH YANG LAZIM MUNCUL PADA KLIEN
1. Nyeri akut atau kronis berhubungan dengan abnormalitas fungsi fisiologis indera. Ditandai dengan pasien mengatakan pusing, rasa seperti diputar atau dimiringkan, obyek disekitarnya bergerak ( subyektif ), wajah pucat, berkeringat, gelisah, berfokus padadiri sendiri ( obyektif ).
2. Resiko injuri injuri berhubungan dengan gangguan persepsi sensori.
3. Gangguan persepsi sensori : kinesthetic berhubungan dengan menurunnya penerimaan sensori, transmisi dan intergrasi ditandai dengan rasa tidak stabil ( subyektif ), disorientasi ruangan/halusinasi gerakan (obyektif ).
DAFTAR PUSTAKA
Doenges M.E, dkk, 2000, Rencana Asuha Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawata Pasien, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta
Harsono, 2000, Kapita Selekta Neurologi, Gajah Mada University Press,
Yogyakarta
Ladwig Ackley, 1997, Nursing Diagnosis Handbook, Mosby, Missouri
McCloskey, J.C, Bulechek, G.M , 1996, Nursing Intervention Classification (NIC)
Mosby, St Louis
Nanda, 2001, Nursing Diagnosis : Definitions and Classification 2001-2002,
Philadelphia
Tucker, 1999, Standar Perawatan Pasien ed.V, Penerbit buku kedokteran EGC
Jakarta
KLIEN DENGAN VERTIGO
BAB I.
PENDAHULUAN
A. Definisi penyakit
Vertigo adalah setiap gerakan atau rasa gerakan tubuh penderita atau obyek – obyek disekitar penderita yang bersangkutan dengan kelainan system keseimbangan (ekuilibrium).
B. Tanda dan gejala
1.Pusing diikuti sensasi seperti berputar, miring, berayun/oleng ( halusinasi gerak atau disorientasi ruangan).
2.Vertigo akut sering disertai gejala otonom seperti mual, muntah, keringat dingin, muka pucat, ketidakseimbagan badan dan nistagmus.
C. Patofisiologi
Setiap orang tinggal diruangan danmampu berorientasi terhadap sekitarnya berkat adanya informasi-informasi yang dating dari indera.Didalam orientasi ruangan ini indera yang penting peranannya adalah system vestibular, system penglihatan dan rasa dalam(proprioseptik).
Untuk bekerja secara wajar, unit ini memerlukan normalitas fungsi fisiologi indera-indera tersebut sehingga informasi yang ditangkap dari sekitarnya proporsional dan adekuat.Tetapi bila oleh suatu sebab terjadi hal-hal yang menyimpang,maka unit pemroses sentral tak lagi dapat memproses informasi- informasi secara wajar. Hasil akhiir yang didapat selain ketidaksempurnaan adaptasi otot-otot tersebut diatas juga akan memberikan tanda kegawatan. Tanda ini dapat dalam bentuk yang disadari ataupun yang tidak disadari oleh penderita.
Penyimpangan proses tersebut dapat sebagai akibat abnormalitas fungsi fisiologik salah satu atau lebih indera,atau akibat informasi yang tidakharmonis ,atau tidak terkoordinasi nya informasi- informasi yangdatang dari indera- indera ekuilibrium.Biasanya bila abnormalitas itu bersumber dari system visualakan menimbulkan rasa ringan dikepala, sedangkan bila bersumber dari system vestibular , menimbulkan rasa gerakan. Dikatakan dari semua indera itu , system vestibularlahyang memegang andil paling besar terhadap ekuilibrium.
D.Pemeriksaan penunjang
1. Head CT scan
2. Brain Evoked Response Audiometry
E. Management Terapi
a.Cara medikamentosa: antikolinergik/parasimpatolitik, antihistamin, penenang,simpatomimetik atau campuran obat-obat tersebut diatas.
b.Fisioterapi
BAB II
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. MASALAH YANG LAZIM MUNCUL PADA KLIEN
1. Nyeri akut atau kronis berhubungan dengan abnormalitas fungsi fisiologis indera. Ditandai dengan pasien mengatakan pusing, rasa seperti diputar atau dimiringkan, obyek disekitarnya bergerak ( subyektif ), wajah pucat, berkeringat, gelisah, berfokus padadiri sendiri ( obyektif ).
2. Resiko injuri injuri berhubungan dengan gangguan persepsi sensori.
3. Gangguan persepsi sensori : kinesthetic berhubungan dengan menurunnya penerimaan sensori, transmisi dan intergrasi ditandai dengan rasa tidak stabil ( subyektif ), disorientasi ruangan/halusinasi gerakan (obyektif ).
DAFTAR PUSTAKA
Doenges M.E, dkk, 2000, Rencana Asuha Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawata Pasien, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta
Harsono, 2000, Kapita Selekta Neurologi, Gajah Mada University Press,
Yogyakarta
Ladwig Ackley, 1997, Nursing Diagnosis Handbook, Mosby, Missouri
McCloskey, J.C, Bulechek, G.M , 1996, Nursing Intervention Classification (NIC)
Mosby, St Louis
Nanda, 2001, Nursing Diagnosis : Definitions and Classification 2001-2002,
Philadelphia
Tucker, 1999, Standar Perawatan Pasien ed.V, Penerbit buku kedokteran EGC
Jakarta
Langganan:
Postingan (Atom)